Garut
Kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan joging track pada Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kabupaten Garut mendapatkan tempat mulia dan terhormat setelah mendekati salah satu keluarga Jaksa Agung ST Burhanudin. Pelapor menuding saat ini hukum sedang sakit karena koruptor jogging track Dispora Garut dapat perlindungan Jaksa Agung.
Berbagai upaya dan langkah hukum pelapor terus dilakukan, namun kekuatan yang dia lawan cukup besar, karena melawan orang yang memiliki kewenangan sebagai dominus litis (oknum).
“Saya terus melakukan langkah-langkah hukum, hingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung atas tidak dilakukannya tindakan faktual oleh Kejaksaan Negeri Garut terhadap kasus dugaan korupsi joging track, namun apa daya, badai dan temboknya besar rakyat biasa tidak mampu mendobraknya. Hanya dengan kekuatan do’a kepada tuhan yang saat ini bisa saya lakukan”,ujar Asep Muhidin,SH kepada wartawan, Kamis (14/11/24).
Asep menduga, dengan adanya kedekatan yang lengket antara Kepala Satpol PP Garut dengan adik dari isternta bapak Jaksa Agung membuat penegak hukum pada Kejaksaan Negeri Garut tidak berani menyentuh para koruptor joging track.
“Bisa kita lihat, adanya kedekatan yang selalu nempel kaya perangko antara adik istri Jaksa Agung ST Burhanudin yang sekarang menjadat sebagai PJ. Bupati Garut membuat kejaksaan Negeri Garut tak berkutik, ya karena jaksanya takut sama pimpinan mereka, nanti bisa-bisa dipindahkan ke Papua kalau menindak korptor Joging track yang seolah-olah dapat perlindungan keluarga Jaksa Agung itu” ungkapnya
Saya khawatir, sambung Asep, pribahasa yang saat ini trending menjadi kenyataan, yaitu “no viral no justice”. Asep juga mengajak seluruh masyarakat khususnya warga Gart bisa melihat kondisi Joging track yang ada di silayah SOR Ciateul. Biarkan ajab tuhan saja yang mengadili, karena kelak mereka tidak akan bisa membuat alasan pembenaran dihadapan tuhan.
“Percuma membuat standar operasional prosedur (SOP) penanganan tindak pidana khusus kalau jaksanya tidak melaksanakan dan dibiarkan tidak disanksi,”imbuhnya
Perlu diketahui, pernyataan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Garut, Prima Sophia Gusman, SH., MH, pada bulan Juli 2023, yang menyatakan bahwa kasus dugaan Tipikor Joging Track akan selesai pada akhir tahun 2023 dan segera disidangkan.
“Namun faktanya, Kejari Garut seperti tukang akrobat yang menjajakan obat. Ucapan Kasi Pidsus waktu itu disaksikan oleh rekan sesama Jaksa dan pelapor,” ungkap Pelapor.
Pelapor mempertanyakan labilnya penegakan hukum di Kejari Garut terkait dengan perhitungan kerugian yang dilakukan.
Menurut Pelapor, Kejari Garut telah meminta perhitungan kerugian kepada pihak eksternal, sebuah perguruan tinggi di wilayah Tangerang, dan menemukan adanya kerugian. Namun, kemudian Kejari Garut kembali meminta perhitungan kerugian kepada Inspektorat Garut.
“Kejari Garut ini menggunakan hasil audit atau pemeriksaan pihak universitas atau Inspektorat? Kenapa penegak hukum ini labil?” tanya Pelapor.
Pelapor juga mempertanyakan dasar pengembalian kerugian yang dilakukan oleh terperiksa. Ia mempertanyakan apakah dasar pengembalian tersebut berdasarkan hasil audit universitas atau Inspektorat Garut.
“Selanjutnya, kami melakukan pengecekan ke kas daerah, tidak ada masuk uang dengan judul kerugian joging track. Berarti selama berbulan-bulan, uang itu mengendap di Kejaksaan. Sejak kapan Kejari Garut melayani penitipan dan atau penyimpanan uang pengembalian kerugian seperti Bank? Bukan tidak boleh, tetapi baiknya uang itu langsung disetor ke Kas Daerah, Kejari cukup pegang bukti setornya,” tandasnya
(Red)